Read more: http://pkt-studio.blogspot.com/2012/03/untuk-mencari-tutorial-cara-membuat.html#ixzz1yd6Hmdnt
Read more: http://pkt-studio.blogspot.com/2012/03/untuk-mencari-tutorial-cara-membuat.html#ixzz1yd6T3ElW

Selasa, 31 Juli 2012

IDOLA IDOL MERAJALELA

IDOLA IDOL MERAJALELA. Kata “idol” memang berkaitan dengan aspek “pemujaan”, “penghormatan”, dan “penyembahan”. Para juara dalam program-program ini akan ditampilkan sebagai “idol”, idola, yang dipuja, dihormati, dan mendapatkan berbagai fasilitas hidup duniawi yang menggiurkan. Pesatnya perkembangan industri showbiz membutuhkan banyak “idol”. Sebagaimana layaknya, dunia showbiz, sosok-sosok pujaan dibangun di atas “realitas kamera” atau “realitas semu”, yang sifatnya temporer, sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis hiburan. Di atas realitas inilah dibangun mitos-mitos. Mitos tentang idol, mitos tentang sang pujaan, mitos tentang sang bintang, yang cantik/tampan, berbakat menyanyi, berakting, dan beruntung

Hegemoni Amerika dalam dunia hiburan dan pembentukan budaya global, dapat dikatakan sebagai satu bentuk “American Cultural Imperialism”. Industri film Amerika dan berbagai stasiun TV-nya mendominasi pembentukan budaya global. Dan dibalik itu semua adalah mempromosikan kepentingan-kepentingan Amerika dengan mengekspor modernitas dan mempropagandakan konsumerisme.

Ujung dari berbagai program tersebut adalah upaya penciptaan “idola”, “bintang pujaan”, khususnya dalam dunia bisnis hiburan (showbiz). Tentu, acara-acara ini merupakan lahan basah untuk meraup keuntungan para pemilik industri televisi. Iklan membanjiri acara-acara itu. Di Malaysia, acara Malaysian Idol meraup iklan dari perusahaan-perusahaan besar, seperti Telekom, Coca Cola, Revlon, dan sebagainya. “Idol” sudah menjadi kosa kata bahasa Inggris, berasal dari bahasa Yunani “eidolon” yang berarti “image” atau “form”. The American Heritage Dictionary mengartikan kata “idol” sebagai “An image used as an object of worship”, atau “one who is adored”. “Dari kata ‘Idol’ berkembang kata “idolatry” kemudian dimaknai sebagai “The worship of idol”, yakni ‘penyembahan satu idola’ atau “blind devotion”, yakni, ‘ketaatan yang membuta’.

Kekaguman, pemujaan, biasanya memang berujung pada ketaatan yang membabi-buta. Itu tampak dari perilaku banyak remaja yang menggilai idola pujaannya di kalangan selebritis, mulai drai perilaku mengoleksi album, foto, tanda tangan, lalu meniru-niru perilaku dan model pakaiannya. Sebagian pak turut buta ini sampai rela menyerahkan dirinya untuk diapakan saja oleh idolanya. Berbagai acara TV yang mempertemukan antara idola dan pemujanya sudah ditayangkan. Biasanya digambarkan, bagaimana histerisnya, ketika sang pemuja berjumpa dengan sang idola. Satu bentuk kegetaran hati, kebahagiaan, keterharuan, yang menurut al-Quran, harusnya dialami oleh seorang mukmin, saat ‘berjumpa’ dengan Allah, ketika sang mukmin melaksanakan ibadah salat.

Di masa modern, Barat pun mengembangkan mitos-mitos yang mirip dengan mitologi Yunani. Wonderwomen yang diperkenalkan oleh Charles Moulton, identik dengan cerita Diana dalam mitologi Yunani. Superman, yang tidak dapat dilemahkan kecuali dengan Kryptonite Hijau, mirip dengan kehebatan Achilles yang tidak dapat dilukai kecuali pada tumitnya. Dalam tradisi masyarakat Barat, misalnya, juga sangat terkenal legenda dan mitos tentang Santa Claus dan Suartepit, dalam kaitan dengan Perayaan Natal. Cerita ini sama sekali tidak ada kaitan dengan agama Kristen. Tetapi, toh, tetap mendominasi suasana Natal di Barat dan berbagai penjuru dunia lainnya. Sosok Santa Claus jauh lebih popular ketimbang Jesus dalam perayaan Natal.

Di era globalisasi, idolisasi dan mitosisasi terus dibangun untuk berbagai tujuan dan kepentingan. Arus besar Idolisasi dan mitosisasi Barat yang mengandung unsur-unsur “narkotikisme”, telah melibas nurani dan akal sehat, membuai banyak manusia dengan hiburan.

Jika mau bertahan dan survive, Indonesia, dalam kondisi seperti ini, membutuhkan “al-Ghazali”, dan “Shalahuddin al-Ayyubi” yang mengembangkan peradaban berbasis ilmu dan keyakinan; bukan lagi kelas “Ken Arok” dan “Ken Dedes” yang mengembangkan peradaban berbasis keris, batu dan ‘pesona badan’.

Tersebarnya zina terdukung oleh faktor pemicunya yang tersebar bebas di masyarakat seperti idol yang menjadi publikasi dahsyat dimajalah dan film parno, televisi dengan tayangan yang vulgar, sinetron umbar aurat, film layar lebar yang sering dengan bumbu aksi-aksi mesum, dan pertunjukan pornoaksi dalam bungkus hiburan musik, dan media-media lainnya.

Tersebarnya zina dengan seperangkat sarana-sarana pendukungnya merupakan isyarat bahwa hancurnya dunia ini memang semakin dekat, tinggal menunggu waktu. Berikut ini beberapa keterangan hadits yang membenarkan kesimpulan di atas:

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan pada Qatadah, “Sungguh aku akan memberitahukan pada kalian suatu hadits yang tidak pernah kalian dengar dari orang-orang sesudahku. Kemudian Anas mengatakan,

إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا

"Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah: sedikitnya ilmu dan tersebarnya kebodohan, diminumnya khamr, merebaknya perzinaan." (HR. Bukhari dan Muslim)

By Ust Fesbok, Rekan dari Kyai Fesbuk

0 komentar:

Posting Komentar