Berkat keberadaan juru dakwah seperti Habib Munzir, dukungan yang
diberikan kepada kaum Islam radikal berkurang. Dalam jajak pendapat oleh
Lembaga Survei Indonesia (LSI) bulan Juni, hanya 15% responden memilih
partai politik (parpol) Islam. Hasil itu menunjukkan penurunan tajam
dibanding polling sebelumnya yang diadakan selama Pemilu 2009, dimana
29% mau mendukung parpol Islam.
“Indonesia saat ini menjadi pasar terbuka bagi banyak gagasan,” ujar
Greg Barton, guru besar dan pakar Indonesia dan Islam dari Monash
University, Australia. “Kemunculan sejumlah habib seperti Habib Munzir
menepis asumsi bahwa juru dakwah yang punya kekuatan membius massa hanya
berasal dari golongan ekstremis.”
Orang-orang yang saat itu menghadiri pertemuan dua-mingguan Habib
Munzir berkumpul sebelum maghrib. Lelaki dan perempuan, sebagian besar
remaja, tiba di masjid daerah Pancoran, Jakarta Selatan, menggunakan
motor. Di luar, pedagang kaki lima menjual berbagai DVD berisi kumpulan
ceramah Habib Munzir. Ada pula yang berjualan sajadah, minyak wangi, dan
tasbih.
Ketika sang habib akhirnya muncul pada pukul 20.30 WIB, jemaah mulai
maju ke depan. Tabuhan gendang mengiringi pembacaan ratib yang berkisah
tentang Nabi Muhammad. Kata seorang polisi, jumlah jemaah sekitar 30
ribu orang.
Setelah mendiami tempatnya, Habib Munzir mulai berbicara dengan suara
bariton yang dalam dan lembut sebelum suaranya akhirnya menaik dan
memberi penekanan pada tema ceramah: bagaimana umat Islam seharusnya
menghiraukan video “Innocence of Muslims”. Menurut sang habib, film itu
adalah ujian bagi umat Islam. Rebana kembali ditabuh. Majelis itu pun
melantunkan puji-pujian kepada Nabi Muhammad.
Dalam wawancara yang dilakukan di rumahnya, Habib Munzir, yang
memiliki sorot mata tajam, menyatakan umat Islam tak boleh terprovokasi
oleh kelompok Kristen di California yang mendukung keberadaan video itu.
“Mereka tak memahami ajaran Islam. Kita tak boleh berlebihan
menanggapinya,” ujarnya. “Kalau tidak, kita akan hanyut dalam arus yang
diciptakan oleh orang-orang yang tak mencintai Nabi dan
ajaran-ajarannya.”
Puluhan orang tewas di berbagai negara akibat aksi protes menentang
video “Innocence of Muslims,” film yang mengisahkan bagaimana Nabi
Muhammad suka main perempuan dan punya perilaku seks menyimpang. Aksi
protes itu memicu sebuah serangan di Libya yang menewaskan Duta Besar AS
bagi negara tersebut.
Dalam ceramahnya, Habib Munzir cenderung mengangkat masalah keadilan
dan toleransi sebagai tema. Ia juga kerap berbicara tentang kesetiaan
dan penyalahgunaan obat. Habib Munzir memanfaatkan media sosial seperti
Facebook serta layanan SMS sebagai bagian penyebaran ajarannya.
Dalam beberapa hal, popularitas Habib Munzir berakar kepada
meningkatnya urbanisasi. Jutaan orang berbondong-bondong mendatangi kota
besar seperti Jakarta dalam beberapa tahun terakhir. Hasilnya, banyak
kaum muda Indonesia tidak mencicipi ajaran dari Pesantren. Golongan itu
mendapatkan alternatif lain, seperti lewat Majelis Rasulullah pimpinan
Habib Munzir.
Habib Munzir mulai berdakwah tahun 1998 pada saat republik ini
tenggelam dalam kekacauan pasca kejatuhan Presiden Suharto. Ia dekat
dengan anak-anak muda Jakarta yang terimpit oleh prahara ekonomi dan
demokrasi.
“Mereka sering mendatangi saya dan mengadu tentang kesulitan yang
mereka hadapi. Mereka bisa bercerita tentang perselingkuhan orangtuanya
atau bahkan masalah mereka dengan pacar masing-masing,” kata sang habib.
“Saya mencoba menenangkan mereka, membuat mereka lebih santai, dan
melihat suatu hal dari sudut pandang lain.”
Besaran Organisasi Islam di Indonesia tidak memiliki ukuran pasti.
Namun, kelompok sang habib ditengarai sebagai kelompok Islam moderat
dengan jumlah pengikut terbesar. Jumlah pengikutnya mencapai ratusan
ribu orang.
Selain itu, Indonesia punya kelompok moderat yang jauh lebih besar
dan lebih tua: Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua organisasi itu
beranggotakan jutaan orang. Belakangan, mereka bahkan dianggap lebih
birokratis.
Tetap saja kelompok garis keras seperti FPI masih menarik banyak
remaja dalam skala nasional, demikian pandangan para analis. “Para juru
dakwah lain menanamkan benih-benih kebaikan dan kebajikan serta
menumbuhkannya,” kata ketua FPI, Salim Selon Alatas, yang juga dipanggil
habib. Namun, FPI akan mengambil tindakan terhadap siapa saja yang
dianggap sebagai ancaman bagi ajaran Islam: “Kami akan menjaga tanaman
itu dan tugas kami membasmi hama yang menggangu tanaman itu.”
Ada bahaya lebih besar yang disemai oleh kelompok lain. Menurut
pejabat tinggi aparat keamanan dan jaksa, organisasi penebar teror
tengah mencari anak-anak muda untuk menjadi pelaksana pengeboman dan
pembunuhan.
Bulan lalu, dua lelaki berusia 40an, Badri Hartono dan Rudi Kurnia
Putra, ditahan dan dituduh merekrut para remaja belasan tahun serta awal
20an untuk dilatih merakit bom dan menyiapkan serangan ke kantor-kantor
pemerintah. Keduanya tengah menunggu waktu untuk disidangkan. Kedua
orang tersebut, maupun para pengacaranya, belum bisa dihubungi.
Popularitas Habib Munzir menandai upaya para pendakwah moderat untuk
memakai caranya sendiri dalam mengajarkan ajaran Islam. Belasan
pendakwah lain memanfaatkan sound system canggih dan bahkan tampil di TV
untuk mendapatkan pengikut baru.
Abdullah Gymnastiar adalah salah satu juru dakwah yang kemudian jadi
selebriti kelas nasional karena ajarannya yang sering menganjurkan tips
hubungan seksual bagi suami yang memiliki lebih dari satu istri. Dia
sendiri akhirnya kehilangan banyak pengikut perempuan karena memutuskan
untuk berpoligami. Ia tak bisa dihubungi untuk dimintai komentar.
“[Para pendakwah] membawa dampak baik dengan mengupayakan
terbentuknya pandangan moderat tentang Islam, terutama di kalangan
muda,” kata Arif Zamhari, ilmuwan muda yang mengkaji pendakwah moderat.
Lembaga keamanan dan pejabat pemerintah pada beberapa kasus menyokong
kelompok-kelompok seperti Majelis Rasulullah. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pernah menghadiri beberapa sesi. Gubernur Jakarta yang baru,
Joko Widodo, saja menyempatkan waktu untuk menjenguk sang habib ketika
diopname di rumah sakit.
“Layaknya politikus lain, mereka berharap popularitas orang-orang
semacam itu akan menular,” ujar Prof. Greg Barton dari Monash
University.
Habib Munzir berencana menyebarkan ceramahnya lewat YouTube untuk
menggandeng pengikut lain di daerah. Ia mengumpulkan potongan-potongan
rekaman dengan Nokia Communicator miliknya untuk membuat film yang bisa
menandingigambaran Nabi Muhammad dalam “Innocence of Muslims.”
“Daripada melakukan aksi protes atau unjuk rasa, kita dapat
menunjukkan makna sejati ajaran Nabi,” ujarnya. “Jika kita memilih aksi
kekerasan, cara itu akan menghancurkan kita sendiri.”( wsj)